Pages

Wednesday, October 15, 2014

DANA PENDIDIKAN MASIH TERTUTUP

Biaya Pendidikan Tertutup
Nasional.- Sejak tahun 2009 pemerintah Indonesia telah mengalokasikan 20 persen dana APBN untuk pelaksanaan pendidikan. Meski masih terdapat kekecewaan karena di dalamnya termasuk pula gaji pendidik, tetap saja tidak menghapus kenyataan besarnya dana tersebut. Sayangnya, meski sejak itu alokasi dana pendidikan selalu bertambah (mengikuti besarnya jumlah APBN), tetap saja mahalnya biaya pendidikan menjadi masalah tak terselesaikan.

Jumlah anggaran dana yang besar tidak bisa menjadi solusi yang berjalan sendiri. Harus ada  solusi lain yang dapat menjamin dana yang besar tersebut terpakai secara efisien dan efektif serta terlepas dari bentuk-bentuk penyimpangan. Seperti pepatah dimana ada gula, di situ ada semut,dengan jumlahnya yang sangat besar, maka berkumpul juga disekitarnya‘semut-semut’ nakal yang telah siap menggerogotinya. Mulai dari pusat, hingga daerah-daerah tidak dapat terlepas dari fenomena ini.

Pada tahun 2010, Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis bahwa 6 dari 10 sekolah menyimpangkan dana BOS dengan rata-rata penyimpangan 13,7 juta per sekolah. Sementara pada tahun 2012 hingga tahun 2013, Malang Corruption Watch (MCW), merilis bahwa biaya yang mahal menjadi keluhan teratas masyarakat Malang atas layanan pendidikan. Mahalnya biaya inilah yang mengakibatkan pada akhir 2013 lalu puluhan wali murid MtsN 2 Kota Malang berdemo menolak pungutan yang dilakukan sekolah.

Selama ini sekolah atas nama kualitas pendidikan meminta kepada wali murid untuk membayarkan jumlah uang tertentu. Permintaan ini seringkali disertai dengan ancaman penahanan rapor atau ijazah bila belum membayar. Pada kasus MTsN 2, penggunaan simbol-simbol agama juga menjadi salah satu strategi. Istilah uang jariyah dan sumbangan pembangunan masjid menjadi justifikasi sekolah melakukan pungutan.

Hal-hal semacam tersebut sejatinya tidaklah perlu terjadi apabila proses penyusunan anggaran sekolah dikelola secara transparan dan partisipatif. Selama ini anggaran sekolah dikelola secara tertutup tanpa diketahui wali murid yang notabene merupakan pihak terkait. Pendidikan di zaman ini tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang luhur dan suci. Pendidikan diperlakukan layaknya komoditi yang diperjual belikan dengan cara-cara yang curang.

Pengelolaan anggaran publik sejatinya menganut prinsip transparansi dan partisipatif. Keberadaan komite sekolah pun merupakan bentuk konkret atas kedua prinsip tersebut. Sayangnya, komite sekolah juga mengalami permasalahan. Tidak jarang komite sekolah menjadi legitimasi bagi sekolah untuk menarik pungutan kepada wali murid. Artinya ada kerjasama-kerjasama.

PERGURUAN TINGGI

Selama ini anggaran pendidikan dasar menjadi fokus yang seakan menutupi pembahasan anggaran perguruan tinggi.Permasalahan ketiadaan transparansi dan partisipasi juga menjangkiti lembaga perguruan tinggi. Hal ini terlihat dari tidak transparannya pengelolaan beberapa dana beasiswa.

Sebut saja dana beasiswa bidikmisi, rupanya mengalami pemotongan dari jumlah total 6 juta rupiah per semester menjadi 3,6 juta rupiah per semester. Para penerima beasiswa sama sekali tidak tahu mengapa dan untuk apa pemotongan dana tersebut sebenarnya. Mereka bahkan tidak tahu pemotongan tersebut legal ataukah ilegal.

Salah seorang kawan penerima beasiswa bidikmisi bercerita ketika Ia menanyakan kejelasan pemotongan dana kepada pihak universitas, dikatakan bahwa pengelolaan dana beasiswa yang sangat tertutup tersebut merupakan otonomi universitas. Oleh karenanya, mahasiswa tidak berhak untuk tahu alas an pemotongan dan bagaimana pengelolaannya. Jelas arti otonomi disini telah diselewengkan dari maksud sejatinya. Universitas atau perguruan tinggi memang memiliki otonomi, akan tetapi tetap berdasar pada prinsip transparansi dan partisipasi. Otonomi haruslah dibedakan dengan monopoli dan ekploitasi.

Padahal, beasiswa bidikmisi diperuntukkan bagi mahasiswa berprestasi yang kurang mampu. Tentu, pemotongan tersebut sangat berpengaruh terhadap kualitas hidupnya. Belum lagi ketika pencairan dana mengalami kemacetan. Kawan yang sama juga bercerita bahwa Ia danbeberapa kawan bidikmisi lainnya sempat diancam akan di Drop Out karena menyampaikan kondisi mahasiswa bidikmisi kepada media. Oknum yang mengancampun adalah guru yang ia dan kawan-kawan lainnya hormati.

Bila pelaksanaan pendidikan dasar dikecewakan oleh pungutan liar dan tidak efektifnya peran komite sekolah. Perguruan tinggi berhasil mengecewakan publik dengan praktek-praktek kekerasan dan penyalahgunaan wewenang. Kalau sudah begini, mau dibawa kemana generasi bangsa ini.

0 komentar:

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

Post a Comment