Pages

Saturday, April 5, 2014

MENURUNNYA BUDAYA MENULIS DARI MAHASISWA

Oleh: Muhammad Fathor Rozi
Sang Pengembala Cinta 

Sejak dulu sampai sekarang mahasiswa sering diidentikkan dengan wacana intelektualnya yang tinggi. Yang dengan kelebihannya itu dia mempunyai peran untuk senantiasa melakukan perbaikan terhadap tatanan social yang ada. Sejalan dengan itu maka sebagai akademisi kita harus menjunjung tinggi budaya menulis. dari situlah kita bias dikatakan mempunyai kapasitas intelektual yang diwujudkan dengan mahir dalam tulis-menulis.
Namun di era yang serba ada ini, menulis tidak menjadi penting lagi bagi mahasiswa. Menulis hanyalah kegiatan yang terjadi di tempat perkuliahan ketika mendapati tugas untuk membuat makalah, atau laporan. Agaknya ini menjadi problematika berfikir yang menjadikan mereka menjadi mesin robot yang hanya bertindak ketika disuruh. Kebanyakan mahasiswa belum tahu akan pentingnya menulis bagi kehidupan yang akan datang. Saya boleh memprediksikan bahwa di era yang akan datang para jurnalis atau media akan menjadi tombak utama disetiap tatanan masyarakat. Pengaruh media akan besar dalam membentuk paradigm bangsa.
Menulis juga bukan kegiatan untuk menyibukkan diri untuk bekerja. Namun juga berfungsi sebagai media untuk mengeluarkan ide dan gagasan sebagai wujud kepekaan terhadap lingkungan. Kita juga melatih otak kita untuk senantiasa berfikir dalam menelurkan pendapat dalam tulisan. Karena tidak semua orang mampu untuk menuliskan ide-idenya ke dalam tulisan nyata. Acapkali kita hanya merenungkan dan memendam segala isi yang ada dihati dan pikiran kita. Hal itu malah menjadikan kita stress dan pelupa karena memori pikiran kita gak muat.
Dulu memang saya berfikir bahwa menulis itu tidak penting, yang penting adalah mampu berbicara. Ternyata saya salah karena menulis menjadi bagian yang selalu ada di dalam hidup kita. Entah itu menulis curahan hati, cerpen, dan karya ilmiah. Karena di dalam perkuliahan kita juga dituntut untuk senantiasa menulis. Namun Sering kali kesulitan untuk menulis karya ilmiah karena tak terbiasa menulis. Dari situlah saya mencoba menulis dan menulis dengan kadar potensi yang rendah. Namun prinsip yang saya anut adalah bahwa menulis itu bukan suatu bakat, tapi kegiatan yang dapat dilatih sehingga kita mampu melakukannya.
Sering kali ada anggapan bahwa untuk menjadi seorang penulis tidak cukup hanya berbekal pengetahuan dan latihan. Kemampuan menulis adalah bakat alamiah yang hanya dimiliki oleh segelintir orang istimewa saja. Shakespeare, Faulkner, Chekov, dan Gibran misalnya, adalah beberapa nama yang menjadi penulis besar karena anugerah bakat alam yang mereka miliki. Atau dengan kata lain kemampuan menulis adalah kemampuan yang sudah ditetapkan dan tidak bisa diubah.
Namun berbeda asumsi dengan Stefent king yang menulis dalam bukunya yang berjudul “On Writing: A Memoir of The Craft” menyatakan bahwa: bekal sebagai penulis memang sudah ada dalam diri seorang penulis. Namun, bekal itu tidaklah istimewa. Banyak orang yang punya bakat sebagai penulis dan bakat-bakat itu dapat diperkuat dan dipertajam dengan membaca dan terus menerus mencoba menulis. Dan, untuk itu kita hanya harus melakukan dua hal: banyak membaca dan banyak menulis. pernyataan stefent king itu sudah secara jelas bahwa kita semua bias jadi penulis hanya dengan usaha yang gigih untuk terus berlatih.
Ada pula sebuah pernyataan dari Dr. Benny Giay yaitu: “Jadi dengan menulis ini membuka kebiasaan kita untuk menghilangkan kebiasaan budaya bisu dan kebiasaan kita diam, “. Selaras dengan itu john Robert powers juga menyatakan bahwa: “… salah satu cara untuk menambah wawasan kita adalah dengan banyak membaca. Sebenarnya hampir semua orang mengerti pentingnya membaca, tetapi mereka tidak ingin menjadikan membaca sebagai salah satu hobi mereka dalam proses pengembangan dirinya,”. Dari dua pernyataan itu tadi membaca dan menulis bisa dianalogikan seperti sepuntung rokok dan korek apinya yang saling melengkapi.
Oleh sebab itu, membaca menjadi proses pencarian ide yang produktif untuk menulis. kita tidak akan menampilkan sesuatu kalau kita tidak punya sesuatu itu. Setiap orang yang akan menulis pasti mereka akan mencari bahan untuk tulisannya salah satunya dengan cara membaca. Dengan membaca hasil yang akan ditampilkan akan menarik dan lebih baru. Namun bias juga tidak membaca kita bias menulis tapi hasilnya agaknya kurang bagus.

Maka kita harus senantiasa membudayakan diri untuk menulis, karena tulisan anda nanti akan berarti bagi anak cucu kita nanti. Buatlah sejarah yang membanggakan untuk cucu kita. Apa kita hanya berbuat untuk kehidupan kita sendiri tanpa memikirkan yang lain. Itu adalah egoisitas diri yang menjadi momok besar bagi kalangan mahasiswa. Kemudian semangat menulis aka nada dikala kita sering membaca. Menulis dan membaca menjadi point utama menuju kesuksesan.

0 komentar:

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

Post a Comment