Pages

Thursday, May 6, 2021

Kegelisahan Mahasiswa Millenial

Mahasiswa Unars
Sumber : Yusron_progressif


Didalam dunia Mahasiswa tidak lepas dari keadaan kampus yang menjadi tempat dimana mahasiswa mengenyam pendidikan. Kampus juga menjadi faktor penentu bagaimana mahasiswa meraih kesuksesan. Kampus akan menjad ladang para kaum intelektual yang akan menjadi pewaris peradaban Bangsa. Namun tidak sedikit mahasiswa yang akan mewarisi itu terjatuh dalam dunia ke-intelektualannya. Dalam hal ini keintelektualan yang salah digunakan akan berakibat pada degradasi generasi, Cukup banyak kasus yang menyebutkan bahwa kampus gagal mencetak generasi penerus bangsa yang berintegritas.

Gagalnya Kampus Sebagai Ladang Intelektual

Bagaimana keadaan di kampusku ? Disinilah aku mengenyam Pendidikan S1 dari keinginan yang diluar ekspektasiku. Bagaimana tidak hanya keadaan, tapi juga bagaimana mahasiswa didalamnya yang menjadi pengisi bangku kuliah. Kampusku memang memiliki lokasi yang tidak banyak diketahui orang dan juga termasuk Perguruan Tinggi yang belum bisa bersaing dengan banyak perguruan tinggi besar di luar. Memang swasta, tapi masih belum banyak orang yang mempunyai mimpi besar mau berfikir bagaimana kampus ini bisa mencuat ke permukaan dengan skala nasional dan mampu bersaing dengan perguruan tinggi yang lebih tenar. Bagaimana dalam keadaan sekitarpun masyarakat masih Apatis dalam mengenyam lanjutan pendidikan ini dan lebih memilih langsung bekerja pasca lulus sekolah menengah atas.

Paradigma yang telah mendarah daging dari masyarakat membuat mahasiswa dituntut untuk mengetahui banyak hal tidak hanya sesuatu yang telah diasah dikampus. Dan bahkan dikampuspun tidak banyak yang bisa diambil sebagai pembelajaran ketika bermasyarakat. Bagaimana keadaan didalam masyarakat yang masih banyak pengangguran ataupun pekerja yang sudah mengenyam pendidikan S1 bahkan S2 tidak sesuai apa yang sudah mereka lewati. Sangat disayangkan bagaimana uang itu hanya menjadi alat yang digunakan sebagai pelancar perjalanan di dunia perguruan tinggi.

Melihat mahasiswa di daerahku, membuat hati iri bagaimana mereka yang mampu untuk terus duduk di bangku itu sampai semester akhir hanya menjadi pelengkap tempat duduk yang ada di kelas. Apakah mereka tidak mampu melihat dan merasakan bagaimana sungguh beruntungnya mereka dengan keadaan yang lebih memadai. Banyak di daerahku mahasiswa yang terlempar dan terpaksa ambil cuti, bahkan harus berhenti di tengah jalan karena keterbatasan perekonomian. Bagaimana kerennya ketika pulang kuliah dengan dada membusung, dalam hati berkata aku adalah mahasiswa. Seakan akan bangga menjadi mahasiswa yang dianggap keintelektualan melebihi dari masyarakat yang tidak kuliah.

Berat hati ketika melihat kakak kelasku yang sudah bersusah payah namun harus kandas dan dipaksa menerima keadaan pahit yang menimpa. Banyak sesuatu yang dilakukannya dan membuat mahasiswa lain lebih berfikir untuk kuliah dengan maksud dan tujuan yang pasti. Apakah ada sesuatu yang bisa kulakukan untuk membalas kebaikannya? Apakah aku hanya akan diam melihatnya terus belajar meskipun sudah tidak mampu lagi melanjutkan perkuliahannya? Banyak orang bertanya tanya, “Gimana kak caranya seperti kakak? Bagaimana kakak bisa seperti itu?”. Dengan senyuman kecilnya dia berkata kepada mahasiswa mahasiswa baru itu “Saya cuman bisa seperti itu dik, kamu tentu bisa lebih dari ini.” Ujarnya dengan nada lembut. Sebuah pertanyaan yang mampu menyentuh hatipun keluar dari seorang mahasiswa baru yang juga terkagum kagum melihatnya dan mampu untuk membuatku terdiam, “Kakak di kampus semester berapa,? Kayaknya cocok jadi dosen hehehe.” Sambil bergurau.”Saya masih cuti dek, gatau kapan mau neruskan,” Jawabnya sambil melihat ke langit.

Timbul sebuah pertanyaan dari lubuk hatiku setelah kejadian itu. Apakah Tuhan adil dalam memperlakukan umatnya? Yang bahkan dia tidak pernah sedikitpun mengeluh dan membandingkan dirinya dengan orang orang yang memiliki sesuatu yang jauh melebihi dirinya. Apakah perbedaan kasta dan kepemilikan harta yang melimpah membuat pendidikan menjadi sesuatu yang membatasi generasi muda untuk berkembang? Apakah negaraku sudah benar benar merdeka? Apakah sudah benar kemerdekaan yang selalu digaungkan itu sudah benar benar dirasakan? Bagaimana sebuah keterbatasan itu yang membuat nurani masyarakat menjadi terjajah. Benar katamu Bung, akan lebih sulit perjuangan kalian karena melawan bangsa sendiri daripada melawan penjajah dari luar.

Sebuah belenggu yang tidak bisa dihindari, bagaimana harus memerdekakan diri namun realita memaksakan keadaan harus berbanding terbalik. Yang saat ini mahasiswa diharapkan menjadi tombak utama dalam kemajuan sebuah pembangunan negara, namun harus di borgol pengetahuannya lantaran perekonomian yang membatasinya. Sebuah mimpi besar yang harus terpaksa dipendam.

Sosial Media sebagai Hantu Peradaban

Sebuah perkembanbangan pesat pada zaman ini, dimana sampai per hari ini kemajuan IPTEK sudah meledak. Menjadikan masyarakat lebih mudah mengakses informasi. Kerap terjadi di lingkunganku bagaimana banyak terjadi perubahan. Bahkan sangat sulit untuk membedakan mana mahasiswa dan mana yang bukan. Pengetahuan dan juga literasi yang sudah mudah diakses membuat semua orang bisa belajar, bahkan tanpa sekolahpun. Situasi ini membuat keadaan dalam masyarakat menjadi lebih mudah, namun sebaiknya dipikirkan lagi dalam menggunakan kecanggihan teknologi hari ini. Tidak banyak orang sadar, terutama masyarakat awam yang memikirkan bagaimana sisi positif dan sisi negatif dari perkembangan ini. Memang sesuatu yang abstrak ketika melihat perkembangan hari ini dimana sisi positif penggunaan teknologi yang banyak dianggap baik namun di sisi lain membuat banyak kalangan masyarakat menjadi lebih apatis.

Bahkan dikalangan mahasiswa sudah memiliki rasa acuh terhadap buku buku bacaan yang selama ini menjadi senjata terbaik di dunia perkuliahan. Mahasiswa lebih memilih sesuatu yang instan yang menjadi jalan pintas sebagai problem solving dan menjadikan kemajuan teknologi ini sebagai sebuah buah yang jatuh dari surga. Tidak butuh bertumpuk tumpuk buku untuk menjawab banyak pertanyaan. Cukup bermodalkan uang 50 ribu ke konter untuk segala materi. Entah pemikiran mereka memang mau memahami atau cuman mau hura hura  dan tidak mau repot terhadap pembelajaran di dunia kampus. Jelas hal itu juga yang akan berpengaruh besar terhadap perkembangan suatu negara.

Di sisi lain pengaruh terhadap semua kalangan masyarakat selain membuat mereka apatis, juga akan membuat masyarakat lebih bersifat membenarkan dirinya lantaran sumber informasi yang saat ini banyak dipakai berasal dari sosmed yang sulit untuk ditemukan kebenarannya. Bagaimana masyarakat lebih mencintai kebenaran yang didapatnya daripada lebih memilih kebijaksanaannya (misosophia).  Dalam hal ini banyak diskriminasi yang didapatkan masyarakat dan tidak lagi ingin memikirkan sesama. Masyarakat lebih bersifat individual, menganggap diri sebagai kebenaran yang mutlak dan sudah tidak mau memikirkan kepentingan orang lain. Bagaimana keadaan sekarang sudah tidak memperdulikan sikap tapi lebih mengedepankan intelektual. Apapun yang secara terlihat mata terjadi memang itu yang terjadi.  Masa dimana ketika melihat orang berbohong di cap sebagai pendusta dan orang melakukan demonstrasi di cap radikal.


Oleh : Yusron

(Kader HMI Komisariat Universitas Abdurrachman Saleh)


0 komentar:

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

Post a Comment