Sumber : Yusron_progressif |
Didalam dunia Mahasiswa tidak lepas dari keadaan kampus
yang menjadi tempat dimana mahasiswa mengenyam pendidikan. Kampus juga menjadi
faktor penentu bagaimana mahasiswa meraih kesuksesan. Kampus akan menjad ladang
para kaum intelektual yang akan menjadi pewaris peradaban Bangsa. Namun tidak
sedikit mahasiswa yang akan mewarisi itu terjatuh dalam dunia ke-intelektualannya.
Dalam hal ini keintelektualan yang salah digunakan akan berakibat pada degradasi
generasi, Cukup banyak kasus yang menyebutkan bahwa kampus gagal mencetak generasi
penerus bangsa yang berintegritas.
Gagalnya Kampus Sebagai Ladang Intelektual
Bagaimana keadaan di kampusku ? Disinilah aku mengenyam Pendidikan
S1 dari keinginan yang diluar ekspektasiku. Bagaimana tidak hanya keadaan, tapi
juga bagaimana mahasiswa didalamnya yang menjadi pengisi bangku kuliah. Kampusku
memang memiliki lokasi yang tidak banyak diketahui orang dan juga termasuk Perguruan
Tinggi yang belum bisa bersaing dengan banyak perguruan tinggi besar di luar.
Memang swasta, tapi masih belum banyak orang yang mempunyai mimpi besar mau
berfikir bagaimana kampus ini bisa mencuat ke permukaan dengan skala nasional
dan mampu bersaing dengan perguruan tinggi yang lebih tenar. Bagaimana dalam
keadaan sekitarpun masyarakat masih Apatis dalam mengenyam lanjutan pendidikan
ini dan lebih memilih langsung bekerja pasca lulus sekolah menengah atas.
Paradigma yang telah mendarah daging dari masyarakat
membuat mahasiswa dituntut untuk mengetahui banyak hal tidak hanya sesuatu yang
telah diasah dikampus. Dan bahkan dikampuspun tidak banyak yang bisa diambil
sebagai pembelajaran ketika bermasyarakat. Bagaimana keadaan didalam masyarakat
yang masih banyak pengangguran ataupun pekerja yang sudah mengenyam pendidikan S1 bahkan S2 tidak sesuai apa yang sudah mereka lewati. Sangat disayangkan
bagaimana uang itu hanya menjadi alat yang digunakan sebagai pelancar
perjalanan di dunia perguruan tinggi.
Melihat mahasiswa di daerahku, membuat hati iri
bagaimana mereka yang mampu untuk terus duduk di bangku itu sampai semester
akhir hanya menjadi pelengkap tempat duduk yang ada di kelas. Apakah mereka
tidak mampu melihat dan merasakan bagaimana sungguh beruntungnya mereka dengan
keadaan yang lebih memadai. Banyak di daerahku mahasiswa yang terlempar dan
terpaksa ambil cuti, bahkan harus berhenti di tengah jalan karena keterbatasan
perekonomian. Bagaimana kerennya ketika pulang kuliah dengan dada membusung,
dalam hati berkata aku adalah mahasiswa. Seakan akan bangga menjadi mahasiswa
yang dianggap keintelektualan melebihi dari masyarakat yang tidak kuliah.
Berat hati ketika melihat kakak kelasku yang sudah
bersusah payah namun harus kandas dan dipaksa menerima keadaan pahit yang
menimpa. Banyak sesuatu yang dilakukannya dan membuat mahasiswa lain lebih
berfikir untuk kuliah dengan maksud dan tujuan yang pasti. Apakah ada sesuatu
yang bisa kulakukan untuk membalas kebaikannya? Apakah aku hanya akan diam
melihatnya terus belajar meskipun sudah tidak mampu lagi melanjutkan
perkuliahannya? Banyak orang bertanya tanya, “Gimana kak caranya seperti kakak?
Bagaimana kakak bisa seperti itu?”. Dengan senyuman kecilnya dia berkata kepada
mahasiswa mahasiswa baru itu “Saya cuman bisa seperti itu dik, kamu tentu bisa
lebih dari ini.” Ujarnya dengan nada lembut. Sebuah pertanyaan yang mampu
menyentuh hatipun keluar dari seorang mahasiswa baru yang juga terkagum kagum
melihatnya dan mampu untuk membuatku terdiam, “Kakak di kampus semester
berapa,? Kayaknya cocok jadi dosen hehehe.” Sambil bergurau.”Saya masih cuti
dek, gatau kapan mau neruskan,” Jawabnya sambil melihat ke langit.
Timbul sebuah pertanyaan dari lubuk hatiku setelah
kejadian itu. Apakah Tuhan adil dalam memperlakukan umatnya? Yang bahkan dia tidak
pernah sedikitpun mengeluh dan membandingkan dirinya dengan orang orang yang
memiliki sesuatu yang jauh melebihi dirinya. Apakah perbedaan kasta dan
kepemilikan harta yang melimpah membuat pendidikan menjadi sesuatu yang
membatasi generasi muda untuk berkembang? Apakah negaraku sudah benar benar
merdeka? Apakah sudah benar kemerdekaan yang selalu digaungkan itu sudah benar
benar dirasakan? Bagaimana sebuah keterbatasan itu yang membuat nurani
masyarakat menjadi terjajah. Benar katamu Bung, akan lebih sulit perjuangan
kalian karena melawan bangsa sendiri daripada melawan penjajah dari luar.
Sebuah belenggu yang tidak bisa dihindari, bagaimana
harus memerdekakan diri namun realita memaksakan keadaan harus berbanding
terbalik. Yang saat ini mahasiswa diharapkan menjadi tombak utama dalam
kemajuan sebuah pembangunan negara, namun harus di borgol pengetahuannya
lantaran perekonomian yang membatasinya. Sebuah mimpi besar yang harus terpaksa
dipendam.
Sosial Media sebagai Hantu Peradaban
Sebuah perkembanbangan pesat pada zaman ini, dimana sampai per hari ini kemajuan IPTEK sudah meledak. Menjadikan masyarakat lebih mudah mengakses informasi. Kerap terjadi di lingkunganku bagaimana banyak terjadi perubahan. Bahkan sangat sulit untuk membedakan mana mahasiswa dan mana yang bukan. Pengetahuan dan juga literasi yang sudah mudah diakses membuat semua orang bisa belajar, bahkan tanpa sekolahpun. Situasi ini membuat keadaan dalam masyarakat menjadi lebih mudah, namun sebaiknya dipikirkan lagi dalam menggunakan kecanggihan teknologi hari ini. Tidak banyak orang sadar, terutama masyarakat awam yang memikirkan bagaimana sisi positif dan sisi negatif dari perkembangan ini. Memang sesuatu yang abstrak ketika melihat perkembangan hari ini dimana sisi positif penggunaan teknologi yang banyak dianggap baik namun di sisi lain membuat banyak kalangan masyarakat menjadi lebih apatis.
Bahkan dikalangan mahasiswa sudah memiliki rasa acuh
terhadap buku buku bacaan yang selama ini menjadi senjata terbaik di dunia
perkuliahan. Mahasiswa lebih memilih sesuatu yang instan yang menjadi jalan
pintas sebagai problem solving dan menjadikan kemajuan teknologi ini sebagai
sebuah buah yang jatuh dari surga. Tidak butuh bertumpuk tumpuk buku untuk
menjawab banyak pertanyaan. Cukup bermodalkan uang 50 ribu ke konter untuk
segala materi. Entah pemikiran mereka memang mau memahami atau cuman mau hura
hura dan tidak mau repot terhadap
pembelajaran di dunia kampus. Jelas hal itu juga yang akan berpengaruh besar
terhadap perkembangan suatu negara.
Di sisi lain pengaruh terhadap semua kalangan masyarakat
selain membuat mereka apatis, juga akan membuat masyarakat lebih bersifat
membenarkan dirinya lantaran sumber informasi yang saat ini banyak dipakai
berasal dari sosmed yang sulit untuk ditemukan kebenarannya. Bagaimana
masyarakat lebih mencintai kebenaran yang didapatnya daripada lebih memilih
kebijaksanaannya (misosophia). Dalam hal
ini banyak diskriminasi yang didapatkan masyarakat dan tidak lagi ingin
memikirkan sesama. Masyarakat lebih bersifat individual, menganggap diri
sebagai kebenaran yang mutlak dan sudah tidak mau memikirkan kepentingan orang
lain. Bagaimana keadaan sekarang sudah tidak memperdulikan sikap tapi lebih
mengedepankan intelektual. Apapun yang secara terlihat mata terjadi memang itu
yang terjadi. Masa dimana ketika melihat
orang berbohong di cap sebagai pendusta dan orang melakukan demonstrasi di cap
radikal.
Oleh : Yusron
(Kader HMI Komisariat
Universitas Abdurrachman Saleh)